Semangkuk Mie Ayam yang Raib Bersama Ludah

Ada satu mitos yang berkembang di masyarakat, yaitu porsi mie ayam di Kota Jogja tidak mengenyangkan. Dan dalam kesempatan yang berbahagia ini, saya ingin berbicara mengenai makanan kesukaan saya yang satu ini.

Mie ayam itu candu. Ada hantu yang bergentayangan di bumi Yogyakarta: hantu mie ayam.

Namun, faktanya, lebih banyak anak muda yang lebih gemar dengan kopi ketimbang mie ayam. Ada alasan yang jelas, kopi adalah semacam sumber puisi menjadi indah. Kopi pun harus ada temannya, yaitu senja dan hujan. Barulah puisi indah menjadi utuh, sebuah kesatuan yang sempurna, katanya.

Menurut pribadi, mie ayam juga bisa sebagai alat onani untuk membuat sebuah puisi menjadi indah. Jika tidak indah, ya bisalah disebut bagus. Jika tidak bisa disebut bagus pun, juga tidak apa-apa. Terserah saja. Mari kita paksa mie ayam menjadi pengganti kopi dalam puisi. Seperti ini:

Oh, mie ayamku sudah hilang ditelan badai
Tak ada yang bisa dikenang kembali
Kecuali dagingnya yang masih nyelip di gigi

Laiknya kopi yang harus ditemani hujan dan senja, mie ayam pun juga memiliki teman, yaitu es teh dan gorengan. Di mana ketiganya akan membuat sebuah puisi menjadi lebih teduh dan menjual. Seperti kalimat kawinkan aku denganmu, laksana indahnya senja dengan hujan, bersatu padu menantang kekuasaan ibuku dan ibumu, mie ayam dan es teh pun juga bisa menjadi lebih enak (secara harfiah memang enak, namun enak di sini artinya berbeda). Seperti ini:

Mie ayamku ini ibarat kan kamu dan aku adalah es tehnya. Percuma saja perut kenyang karena uang tetapi dahaga kebahagianmu tidak bisa terpuaskan oleh suatu hal bernama kasih sayang.

Benar, bukan? Senja tanpa hujan rasanya tidak ada hal yang perlu diresahkan. Pun, ketika kita meminum kopi tanpa hujan, masih bisa menyeduhnya dengan nikmat ala-ala seniman hebat. Tetapi bayangkan bagaimana jika mie ayam tidak di sandingkan dengan gorengan? Apa lagi tidak ada es teh yang embunnya luruh dari gelasnya, mau jadi apa kehidupan bangsa ini? Geger dunia per-mie ayam-an.

Satu hal yang disayangkan adalah mie ayam tidak disempatkan dijadikan menjadi sebuah film yang menawan. Bisa saja kan semisal Filosofi Mie Ayam diangkat dan dikembangkan menjadi cerita  yang menarik. Pencarian kuah mie ayam terbaik tanpa adanya sledri. Membayangkannya saja bisa membuat bergidig ngeri. Barangkali ketika penonton keluar dari studio, isak tangis dan pencarian mie ayam terbaik menjadi sebuah isu yang patut diperhitungkan.

Jadi, makan itu kopi. Aku sih mie ayam saja. Selain enak, juga mengeyangkan.

0 Comments

Post a Comment